Apa sikap kita sebagai Muslim ketika banyak yang menghina dan melecehkan Nabi Muhammad saw, seperti kartun Nabi Muhammad saw dll?
Marah dan tersinggung? Sebagai seorang muslim yang cinta kepada Nabi Muhammad saw, sosok yang paling dihormati di dalam Islam, saya pun akan marah dan tersinggung, yang mungkin kebanyakan Muslim lainnya merasakan hal yang sama.
Wajar sih menurut saya, marah adalah hal naluriah, sebagaimana kita ke orangtua yang marah ketika orang tua kita dihina, atau orang-orang yang kita cintai.
Tetapi kalau ditanya, setujukah kita dengan tindakan muslim yang menjadi pelaku penembakan terhadap kantor Charlie Hebdo di Perancis baru-baru lalu, sebagai tindakan balasan dari Kartun yang menghina dan melecehkan Rasulullah saw?
Tidak setuju. Itu jawaban saya. Marah adalah hal yang naluriah, sebagaimana orang bebas untuk menghina kita juga bebas dong untuk tersinggung dan beraksi. Tetapi reaksi yang salah tentu tidak bisa dibenarkan.
Terlebih manajemen marah itu sudah di jelaskan oleh Allah taala di dalam Al-Qur’an dan dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw, manakala beliau menghadapi penghinaan oleh para musuh Islam.
Al-Qur'an dan Hadits Nabi Sebagai Standar
Jadi dalam hal ini standar acuan sikap kita adalah Al-Qur’an dan contoh dari Rasulullah saw,
Apakah penghinaan dan pelecehan kepada Nabi Muhammad harus dibalas dengan penghinaan serupa, ataukah penghinaan itu dibalas dengan kekerasan dan pembunuhan?
Saya rasa tidak, Al-Qur’an dalam Surah 6: 108 berbunyi:“Dan janganlah kamu memaki (menghujat) sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah.”
Penyembahan berhala adalah bentuk penghinaan paling besar terhadap Allah, dosa yang paling besar. tetapi Allah taala sendiri yang memerintahkan bahwa meskipun kemusyrikan harus dijauhi tetapi umat Islam diperintahkan supaya jangan mencaci maki atau menghujat sembahan-sembahan yang hina tersebut. Nah jika terhadap penghinaan terhadap Allah diperintahkan untuk menanggapinya dengan tidak membalas dengan cacian, maka tentu kepada Rasulullah saw pun sama.
Rasulullah saw sendiri telah mencontohkan ketika dalam suatu gerakan pasukan ‘Abdullah bin Ubayy – pemimpin kaum munafik Medinah, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur berantakan dengan kedatangan Rasulullah saw. pada peristiwa itu – diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali ke Medinah ia “yang paling mulia dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya, Rasulullah saw.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw yang mukhlis marah, tak terkecuali putera Abdullah sendiri yang adalah seorang muslim yang mukhlis. Dengan pedang terhunus, dia memohon kepada Nabi saw untuk memberinya izin membunuh bapaknya sendiri! Banyak orang muslim lainnya juga datang kepada beliau saw tetapi beliau selalu menolak dan secara tegas menyatakan bahwa tak ada tindakan balasan terhadap Abdullah atas penghinaannya.
Jadi rasanya aneh saja jika kita melihat contoh dari Rasulullah saw diatas. Kalau Nabi Muhammad saw saja bersikap demikian, kenapa kita bersikap sebaliknya?
Penghinaan Jangan Dibalas Penghinaan atau Kekerasan
Jadi contoh Nabi Muhammad saw itulah yang harus kita tiru dan teladani, bukan kekerasan dan emosi. Karena tindakan diatas sejalan dengan Al-Qur’an, bahwa Allah memerintahkan supaya "tidak menghiraukan ganguan mereka" (Al-Ahzab-48) dan "bersabarlah atas apa yang mereka katakan" (Al-Muzammil:10).
Lagi, Al-Qur’an menjelaskan:
"Dan, sesungguhnya Dia telah menurunkan kepadamu di dalam Kitab ini bahwa apabila kamu mendengar Ayat-ayat Allah swt. diingkarnya dan dicemoohkannya, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka beralih ke dalam percakapan lainnya. Jika demikian, sesungguhnya kamu niscaya semisal mereka. Sesungguhnya Allah swt. akan menghimpun orang-orang munafik dan orang-orang kafir semua di dalam Jahannam. (Annisa: 141)
Jadi yang kita lakukan adalah cuekin saja, dan bersabar. Biarin mereka berkoar-koar. Api ga usah dibalas dengan api. Api dibalas dengan air, nanti juga padam.
Jadi penghinaan tidak usah dibalas penghinaan, apalagi kekerasan. Jika demikian, sama saja kita melibatkan diri pada lingkaran kejahatan yang dilakukan oleh mereka.
Sebaliknya Allah mengajarkan bahwa kita balas dengan lemah lembut, kebaikan dan kasih sayang. Lebih elegan.
“Panggilah kepada jalan Tuhan engkau dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar-pikiranlah dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya ; dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (An-Nahl: 126)
Marah dan tersinggung? Sebagai seorang muslim yang cinta kepada Nabi Muhammad saw, sosok yang paling dihormati di dalam Islam, saya pun akan marah dan tersinggung, yang mungkin kebanyakan Muslim lainnya merasakan hal yang sama.
Wajar sih menurut saya, marah adalah hal naluriah, sebagaimana kita ke orangtua yang marah ketika orang tua kita dihina, atau orang-orang yang kita cintai.
Tetapi kalau ditanya, setujukah kita dengan tindakan muslim yang menjadi pelaku penembakan terhadap kantor Charlie Hebdo di Perancis baru-baru lalu, sebagai tindakan balasan dari Kartun yang menghina dan melecehkan Rasulullah saw?
Tidak setuju. Itu jawaban saya. Marah adalah hal yang naluriah, sebagaimana orang bebas untuk menghina kita juga bebas dong untuk tersinggung dan beraksi. Tetapi reaksi yang salah tentu tidak bisa dibenarkan.
Terlebih manajemen marah itu sudah di jelaskan oleh Allah taala di dalam Al-Qur’an dan dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw, manakala beliau menghadapi penghinaan oleh para musuh Islam.
Al-Qur'an dan Hadits Nabi Sebagai Standar
Jadi dalam hal ini standar acuan sikap kita adalah Al-Qur’an dan contoh dari Rasulullah saw,
Apakah penghinaan dan pelecehan kepada Nabi Muhammad harus dibalas dengan penghinaan serupa, ataukah penghinaan itu dibalas dengan kekerasan dan pembunuhan?
Saya rasa tidak, Al-Qur’an dalam Surah 6: 108 berbunyi:“Dan janganlah kamu memaki (menghujat) sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah.”
Penyembahan berhala adalah bentuk penghinaan paling besar terhadap Allah, dosa yang paling besar. tetapi Allah taala sendiri yang memerintahkan bahwa meskipun kemusyrikan harus dijauhi tetapi umat Islam diperintahkan supaya jangan mencaci maki atau menghujat sembahan-sembahan yang hina tersebut. Nah jika terhadap penghinaan terhadap Allah diperintahkan untuk menanggapinya dengan tidak membalas dengan cacian, maka tentu kepada Rasulullah saw pun sama.
Rasulullah saw sendiri telah mencontohkan ketika dalam suatu gerakan pasukan ‘Abdullah bin Ubayy – pemimpin kaum munafik Medinah, yang harapan besarnya menjadi pemimpin kaum Medinah telah hancur berantakan dengan kedatangan Rasulullah saw. pada peristiwa itu – diriwayatkan pernah mengatakan bahwa sekembali ke Medinah ia “yang paling mulia dari antara penduduknya” – maksudnya ia sendiri – “akan mengusir dia yang paling hina dari antara mereka,” maksudnya, Rasulullah saw.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw yang mukhlis marah, tak terkecuali putera Abdullah sendiri yang adalah seorang muslim yang mukhlis. Dengan pedang terhunus, dia memohon kepada Nabi saw untuk memberinya izin membunuh bapaknya sendiri! Banyak orang muslim lainnya juga datang kepada beliau saw tetapi beliau selalu menolak dan secara tegas menyatakan bahwa tak ada tindakan balasan terhadap Abdullah atas penghinaannya.
Jadi rasanya aneh saja jika kita melihat contoh dari Rasulullah saw diatas. Kalau Nabi Muhammad saw saja bersikap demikian, kenapa kita bersikap sebaliknya?
Penghinaan Jangan Dibalas Penghinaan atau Kekerasan
Jadi contoh Nabi Muhammad saw itulah yang harus kita tiru dan teladani, bukan kekerasan dan emosi. Karena tindakan diatas sejalan dengan Al-Qur’an, bahwa Allah memerintahkan supaya "tidak menghiraukan ganguan mereka" (Al-Ahzab-48) dan "bersabarlah atas apa yang mereka katakan" (Al-Muzammil:10).
Lagi, Al-Qur’an menjelaskan:
"Dan, sesungguhnya Dia telah menurunkan kepadamu di dalam Kitab ini bahwa apabila kamu mendengar Ayat-ayat Allah swt. diingkarnya dan dicemoohkannya, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka beralih ke dalam percakapan lainnya. Jika demikian, sesungguhnya kamu niscaya semisal mereka. Sesungguhnya Allah swt. akan menghimpun orang-orang munafik dan orang-orang kafir semua di dalam Jahannam. (Annisa: 141)
Jadi yang kita lakukan adalah cuekin saja, dan bersabar. Biarin mereka berkoar-koar. Api ga usah dibalas dengan api. Api dibalas dengan air, nanti juga padam.
Jadi penghinaan tidak usah dibalas penghinaan, apalagi kekerasan. Jika demikian, sama saja kita melibatkan diri pada lingkaran kejahatan yang dilakukan oleh mereka.
Sebaliknya Allah mengajarkan bahwa kita balas dengan lemah lembut, kebaikan dan kasih sayang. Lebih elegan.
“Panggilah kepada jalan Tuhan engkau dengan bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar-pikiranlah dengan mereka, dengan cara yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhan engkau Dia lebih mengetahui siapa yang telah sesat dari jalan-Nya ; dan Dia Maha Mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (An-Nahl: 126)
Lihat juga tulisan tentang Cara Menghentikan Terorisme dengan cara Mencontoh Nabi Muhammad saw